PENGERTIAN DAN SEJARAH WAKAF

PENGERTIAN WAKAF

Menurut bahasa (etimologi) wakaf adalah menahan, berhenti atau diam.


Apabila kata tersebut dihubungkan dengan harta seperti tanah, binatang dan yang lain ia berarti pembekan hak milik  untuk hak tertentu.

Secara istilah syari’ (terminologi) wakaf adalah menahan suatu benda dan membebaskan atau mengalirkan manfaatnya. Maksudnya adalah menahan harta milik pribadi dan diserahkan kepada pihak lain untuk kepentingan umum dengan tujuan mendapatkan ridha Allah SWT.
SEJARAH WAKAF
Ibadah wakaf dikenalkan dan disyariatkan setelah Rosulullah berada di Madinah pada tahun kedua hijriyah.Diawali oleh Rasullulah yang mewakafkan tanahnya untuk  dibangun masjid.
Umar bin Khattab mewakafkan tanahnya di Khaibar. 
- Abu Thalhah mewakafkan kebun Bairaha kesayangannya .
Abu Bakar mewakafkan sebidang tanahnya di Makkah diperuntukkan anak keturunannya yang datang ke Makkah.
Ustman Bin Affan menyedekahkan hartanya di Khaibar.

- Ali Bin Abi Tholib mewakafkan tananhnya yang subur. 


- Mu’ads Bin Jabal mewakafkan rumahnya yang populer dengan sebutan “Dar Al-Anshar”.


Pada masa dinasti Umayyah


Taubah bin Ghar Al-Hadhramiy pada masa khalifah Hisyam bin Abd. Malik. Ia sangat perhatian dan tertarik dengan pengembangan wakaf sehingga terbentuk lembaga wakaf tersendiri sebagaimana lembaga lainnya dibawah pengawasan hakim. Lembaga wakaf inilah yang pertama kali dilakukan dalam administrasi wakaf di Mesir, bahkan diseluruh negara Islam. Pada saat itu juga, Hakim Taubah mendirikan lembaga wakaf di Basrah. Sejak itulah pengelolaan lembaga wakaf di bawah Departemen Kehakiman yang dikelola dengan baik dan hasilnya disalurkan kepada yang berhak dan yang membutuhkan.


Pada masa dinasti Abbasiyah


Pada masa dinasti Abbasiyah terdapat lembaga wakaf yang disebut dengan “shadr al-Wuquuf” yang mengurus administrasi dan memilih staf pengelola lembaga wakaf. Demikian perkembangan wakaf pada masa dinasti Umayyah dan Abbasiyah yang manfaatnya dapat dirasakan oleh masyarakat, sehingga lembaga wakaf berkembang searah dengan pengaturan administrasinya.


Pada masa dinasti Ayyubiyah


Di Mesir perkembangan wakaf cukup menggembirakan, dimana hampir semua tanah-tanah pertanian menjadi harta wakaf dan semua dikelola oleh negara dan menjadi milik negara (baitul mal). Ketika Shalahuddin Al-Ayyuby memerintah Mesir, maka ia bermaksud mewakafkan tanah-tanah milik negara diserahkan kepada yayasan keagamaan dan yayasan sosial sebagaimana yang dilakukan oleh dinasti Fathimiyah sebelumnnya.


Pada Masa Dinasti Mamluk


Perkembangan wakaf pada masa dinasti Mamluk sangat pesat dan beraneka ragam, sehingga apapun yang dapat diambil manfaatnya boleh diwakafkan. Akan tetapi paling banyak yang diwakafkan pada masa itu adalah tanah pertanian dan bangunan, seperti gedung perkantoran, penginapan dan tempat belajar. Pada masa Mamluk terdapat wakaf hamba sahaya yang di wakafkan budak untuk memelihara masjid dan madrasah. Hal ini dilakukan pertama kali oleh pengusa dinasti Ustmani ketika menaklukan Mesir, Sulaiman Basya yang mewakafkan budaknya untuk merawat mesjid


Perkemabangan  Sejarah Wakaf Di Indonesia

Perkembangan wakaf di Indonesia dapat dibagi dalam 3 kurun waktu, yaitu :
1.    Sebelum Kemerdekaan Republik Indonesia :
Wakaf merupakan suatu lembaga ekonomi Islam yang eksistensinya sudah ada semenjak awal kedatangan Islam. Wakaf adalah lembaga Islam kedua tertua di Indonesia setelah (atau bersamaan dengan) perkawinan. Sejak zaman awal telah dikenal wakaf masjid, wakaf langgar / surau dan wakaf tanah pemakaman di berbagai wilayah Indonesia. Selanjutnya muncul wakaf tanah untuk pesantren dan madrasah atau wakaf tanah pertanian untuk membiayai pendidikan Islam dan wakaf-wakaf lainnya.
Pada mulanya lembaga wakaf di Indonesia sering dilakukan oleh umat Islam, sebagai konsekuensi logis banyaknya kerajaan-kerajaan Islam di Indonesia. Sekalipun lembaga wakaf merupakan salah satu pranata Islam, tetapi seolah-olah sudah merupakan kesepakatan diantara para ahli hukum bahwa pewakafan merupakan masalah dalam Hukum Adat Indonesia, sebab diterimanya lembaga berasal dari suatu kebiasaan dalam pergaulannya.Sejak itu persoalan wakaf telah diatur dalam Hukum Adat yang sifatnya tidak tertulis dengan mengambil sumber dari Hukum Islam.
Sewaktu Belanda mulai menjajah Indonesia lebih kurang tiga abad yang lalu, maka wakaf sebagai lembaga keuangan Islam telah tersebar di berbagai persada nusantara Indonesia. Dengan berdirinya Priesterrad (Rad Agama / Peradilan Agama) berdasarkan Staatsblad Nomor 152 pada tahun 1882, maka dalam praktek yang berlaku, masalah wakaf menjadi salah satu wewenangnya, di samping masalah perkawinan, waris, hibah, shadaqah dan hal-hal lain yang dipandang berhubungan erat dengan agama Islam.Pengakuan Belanda ini berdasarkan kenyataan bahwa penyelesaian sengketa mengenai masalah wakaf dan lain-lain yang berhubungan dengan hukum Islam diajukan oleh masyarakat ke Mahkamah Syar’iyyah atau Peradilan Agama lokal dengan berbagai nama di berbagai daerah di Indonesia.
Pada masa ini (baca juga penjajah), telah dikeluarkan berbagai peraturan yang mengatur tentang wakaf, antara lain :
a. SE Sekretaris Govememen pertama tanggal 31 Januari 1905 Nomor 435 sebagaimana termuat dalam Bijblad 1905 Nomor 6196 tentang Toezicht op den bouw van Mohammaedaansche bedehuizen.
b.   SE Sekretaris Govememen tanggal 4 Juni 1931 Nomor 1361 yang termuat dalam Bijblad 1931 Nomor 125/3 tentang Toezicht van de Regeering op Mohammaedaansche, Vridagdiensten en wakaf.
c.  SE Sekretaris Govememen pertama tanggal 24 Desember 1934 Nomor 3088/A sebagaimana termuat dalam Bijblad tahun 1934 Nomor 13390 tentang Toezicht van de Regeering op mohammaedaansehe bedehuize, Vrijdag diensten en wakafs.

2.    Pasca Kemerdekaan Republik Indonesia :
Peraturan-peraturan tentang perwakafan yang dikeluarkan pada masa penjajah Belanda, sejak Proklamasi Kemerdekaan RI tanggal 17 Agusus 1945 masih tetap berlaku berdasarkan bunyi pasal II Aturan Peralihan UUD 1945.  Maka untuk menyesuaikan dengan Negara Republik Indonesia dikeluarkan petunjuk Menteri Agama RI tanggal 22 Desember 1953 tentang Petunjuk-petunjuk mengenai wakaf, menjadi wewenang Bagian D (Ibadaha Sosial), Jawatan Urusan Agama, dan pada tanggal 8 Oktober 1956 telah dikeluarkan SE Nomor 5/D/1959 tentang Prosedur Perwakafan Tanah.
Dalam rangka penertiban dan pembaharuan sistem Hukum Agraria, masalah wakaf mendapat perhatian yang lebih dari pemerintah nasional, antara lain melalui Departemen Agama RI. Selama lebih tiga puluh tahun sejak tahun 1960, telah dikeluarkan berbagai Undang-undang, Peraturana Pemerintah, Peraturan Menteri, Insturksi Menetri / Gebernur dan lain-lain yang berhubungan karena satu dan lain hal dengan masalah wakaf.
Dalam pasal 5 Undang-undang Nomor 5 Tahun 1960, yang pada intinya menyatakan benda wakaf adalah hukum agama yang diakui oleh hukum adat di Indonesia, di samping kenyataan bahwa hukum adat (al-‘uruf) adalah salah satu sumber komplementer hukum Islam. Sehingga dalam pasal 29 ayat (1) UU yang sama dinyatakan secara jelas tentang hak-hak tanah untuk kepelruan suci dan sosial. Wakaf adalah salah satu lembaga keagaaan dan sosial yang diakui dan dilingdungi oleh UU ini




 .

Itu saja yang pernah saya ketahui , Tolong Cantumkan sumber jika meng-Copas Terima Kasih.
First